TUGAS 3 PEREKONOMIAN INDONESIA
PERKEMBANGAN DAN PERANAN UKM DALAM PEMBANGUNAN
PEREKONOMIAN INDONESIA
Nama Kelompok :
Andri Kevin Akbar (2A213111)
Annisa Nur Rakhmasari (2A213147)
Diesca Titanayu (2A213009)
Rika Andriyanie (2A213143)
Ryan Alfa Devota (2A213142)
Kelas :
1 EB 22
Mata Kuliah :
Perekonomian Indonesia
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian terpenting
dari perekonomian suatu negara, tidak terkecuali Indonesia. Hal ini
ditunjukkan dari data Biro Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2007 total
nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai Rp. 3.957,4
triliun, dari jumlah tersebut UKM memberikan kontribusi sebesar Rp.
2.212,3 triliun atau 53,6% dari total PDB Indonesia. Jumlah populasi UKM
Indonesia pada tahun 2007 mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,99%
terhadap total unit usaha di Indonesia, sementara jumlah tenaga kerjanya
mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh tenaga kerja
Indonesia. Data tersebut menunjukkan bahwa peranan UKM dalam
perekonomian Indonesia adalah sentral dalam menyediakan lapangan
pekerjaan dan menghasilkan output yang berguna bagi masyarakat. UKM
dapat bertambah dari tahun ke tahun, bahkan jumlahnya cenderung
meningkat. Hal ini disebabkan kuatnya daya tahan UKM, selain itu adanya
dukungan dalam permodalannya yang lebih banyak tergantung pada dana
sendiri (73%), bank swasta (4%), bank pemerintah (11%), dan pemasok (3%)
(Aziz:2001 dalam Alila Pramiyati 2008). Pertambahan UKM tersebut
tentunya akan membawa ke dalam suatu persaingan bisnis yang kompleks di
mana seluruh industri/usaha yang bersaing terlibat dengan sejumlah
tindakan bersaing dan tanggapan bersaing. Persaingan kompetitif terjadi
saat dua atau lebih perusahaan bersaing satu dengan lainnya dalam
mengejar posisi pasar yang menguntungkan. Persaingan kompetitif terjadi
antara perusahaan (dalam bentuk tindakan dan tanggapan) karena satu atau
lebih pesaing merasakan tekanan atau melihat peluang untuk meningkatkan
posisi pasar mereka. Suatu tindakan bersaing merupakan gerak bersaing
yang signifikan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dan dirancang untuk
memperoleh keunggulan bersaing dipasar. Beberapa tindakan bersaing
bersaing berskala besar dan signifikan, sedangkan tindakan lainnya kecil
dan dirancang untuk menerapkan suatu strategi.
Menurut Michael A. Hitt, ada dua jenis tindakan bersaing yaitu strategis
dan taktis. Suatu tindakan strategis (strategic action) mencerminkan
komitmen yang nyata atas sumber daya organisasi yang khusus, sulit
diterapkan, dan untuk 3 dibatalkan. Sedangkan tindakan taktis (tactical
action) diambil untuk menempatkan suatu strategi, tindakan ini
melibatkan sumber daya organisasi yang lebih sedikit dan lebih umum
serta relatif mudah untuk diterapkan dan dibatalkan bila perlu.
Kecenderungan adanya tanggapan oleh pesaing terhadap suatu tindakan
tergantung pada jenis tindakan yang diambil (strategis atau taktis),
kemungkinan keberhasilan, dan dampak potensialnya kepada pesaing. Suatu
tanggapan bersaing adalah gerak yang dilakukan untuk menghadapi dampak
suatu tindakan oleh pesaing (dalam Michael A.Hitt:1997). Tidak seluruh
tindakan bersaing akan menimbulkan tanggapan pesaing. Secara
keseluruhan, terdapat lebih banyak tanggapan bersaing terhadap tindakan
taktis dari pada tindakan strategis. Setiap perusahaan mempunyai
strategi bersaing, baik secara eksplisit maupun implisit. Strategi
secara eksplisit dapat dikembangkan melalui proses
perencanaan. Dengan strategi yang dilakukan dalambisnis, perusahaan dapat bersaing secara efektif untuk
mengungguli pesaingnya.Mengembangkan strategi bersaing adalah mengembangkan upaya
mengenai bagaimana bisnis akan bersaing, apa yang menjadi tujuannya,
dan kebijakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan bukan
strategi, tujuan adalah dasar bagi diciptakannya strategi atau strategi lama untuk
mencapai tujuan dapat diganti dengan strategi baru yaitu apabila situasi yang menjadi
tujuannya, dan kebijakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan bukan
strategi, tujuan adalah dasar bagi diciptakannya strategi atau strategi lama untuk
mencapai tujuan dapat diganti dengan strategi baru yaitu apabila situasi yang
diharapkan tidak dicapai. Suatu perusahaan dapat memperbaiki/merusak posisinya sendiri
dalam industri melalui strateginya, oleh karena itu strategi bersaing bukan
hanya merupakan tanggapan terhadap lingkungan melainkan juga merupakan upaya
membentuk lingkungan tersebut sesuai dengan keinginan.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam perspektif perkembangannya, UKM dapat
diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
1. Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima
2. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan
3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
4. Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB)
1. Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima
2. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan
3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
4. Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB)
Berikut ini adalah list beberapa UU dan
Peraturan tentang UKM
1. UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
2. PP No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
3. PP No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan
Pengembangan Usaha Kecil
4. Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan
Usaha Menengah
5. Keppres No. 127 Tahun 2001 tentang
Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha
Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Besar Dengan Syarat Kemitraan
6. Keppres No. 56 Tahun 2002 tentang Restrukturisasi
Kredit Usaha Kecil dan Menengah
7. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program
Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina
Lingkungan
8. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program
Kemitraan Badan Usaha Milik Negara
9. Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah
Beberapa lembaga atau instansi bahkan UU memberikan
definisi Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah Kementrian Negara
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik
(BPS), Keputusan Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, dan UU No. 20
Tahun 2008. Definisi UKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya. Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha
Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih
paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,
dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu,
Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang
memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp
10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kunatitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang.
Berdasarkan Keputuasan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal
27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha
yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun
setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggi-tingginya Rp
600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1)
badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri
rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang
barang dan jasa)
Pada tanggal 4 Juli 2008 telah ditetapkan Undang-undang
No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Definisi UKM yang
disampaikan oleh Undang-undang ini juga berbeda dengan definisi di atas.
Menurut UU No 20 Tahun 2008 ini, yang disebut dengan Usaha Kecil adalah entitas
yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) kekayaan bersih lebih dari Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah). Sementara itu, yang disebut dengan Usaha
Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1)
kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan
tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Pada prinsipnya definisi dan kriteria UKM di
negara-negara asing didasarkan pada aspek-aspek sebagai berikut : (1) jumlah
tenaga kerja, (2) pendapatan dan (3) jumlah aset. Paparan berikut adalah
kriteria-kriteria UKM di negara-negara atau lemabaga asing.
1. World Bank, membagi UKM ke dalam 3 jenis,
yaitu :
1.1 Medium Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan maksimal 300 orang
2. Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta
3. Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta
1.2 Small Enterprise,
dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan kurang dari 30 orang
2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta
3. Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta
1.3 Micro Enterprise,
dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan kurang dari 10 orang
2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu
3. Jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu
2. Singapura mendefinisikan UKM sebagai usaha
yang memiliki minimal 30% pemegang saham lokal serta aset produktif tetap
(fixed productive asset) di bawah SG $ 15 juta.
3. Malaysia,
menetapkan definisi UKM sebagai usaha yang memiliki jumlah karyawan yang
bekerja penuh (full time worker) kurang dari 75 orang atau yang modal pemegang
sahamnya kurang dari M $ 2,5 juta. Definisi ini dibagi menjadi dua, yaitu :
3.1 Small Industry
(SI), dengan kriteria jumlah karyawan 5 – 50 orang atau jumlah modal saham
sampai sejumlah M $ 500 ribu
3.2 Medium Industry
(MI), dengan kriteria jumlah karyawan 50 – 75 orang atau jumlah modal saham
sampai sejumlah M $ 500 ribu – M $ 2,5 juta.
4. Jepang, membagi UKM sebagai berikut :
4.1 Mining and
manufacturing, dengan kriteria jumah karyawan maksimal 300 orang atau jumlah
modal saham sampai sejumlah US$2,5 juta.
4.2 Wholesale, dengan
kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai US$
840 ribu
4.3 Retail, dengan
kriteria jumlah karyawan maksimal 54 orang atau jumlah modal saham sampai US$
820 ribu
4.4 Service, dengan
kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai US$
420 ribu
5. Korea Selatan,
mendefinisikan UKM sebagai usaha yang jumlahnya di bawah 300 orang dan jumlah
assetnya kurang dari US$ 60 juta.
6. European Commision, membagi UKM ke dalam 3
jenis, yaitu :
6.1 Medium-sized
Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan kurang dari 250 orang
2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 50 juta
3. Jumlah aset tidak melebihi $ 50 juta
6.2 Small-sized
Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan kurang dari 50 orang
2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 10 juta
3. Jumlah aset tidak melebihi $ 13 juta
6.3 Micro-sized
Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan kurang dari 10 orang
2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 2 juta
3. Jumlah aset tidak melebihi $ 2 juta
UKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering
dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti
tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan
distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah
perkotaan dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan
dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya
penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas.
Karakteristik UKM di Indonesia,
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, the Center for Micro and Small
Enterprise Dynamic (CEMSED),
dan the Center for Economic
and Social Studies (CESS)
pada tahun 2000, adalah mempunyai daya tahan untuk hidup dan mempunyai
kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis ekonomi. Hal ini
disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan penyesuaian proses
produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu mengembalikan
pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasi.
UKM di Indonesia dapat bertahan
di masa krisis ekonomi disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu : (1) Sebagian UKM
menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods), khususnya yang
tidak tahan lama, (2) Mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan usaha, (3) Pada
umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam arti hanya
memproduksi barang atau jasa tertentu saja, dan (4) Terbentuknya UKM baru
sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal.
UKM
di Indonesia mempunyai peranan yang penting sebagai penopang perekonomian.
Penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini pada dasarnya adalah
sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini, paling tidak terdapat beberapa fungsi
utama UKM dalam menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu (1) Sektor UKM sebagai
penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor
formal, (2) Sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB), dan (3) Sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara
melalui ekspor berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini.
Kinerja UKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa
asek, yaitu (1) nilai tambah, (2) unit usaha, tenaga kerja dan produktivitas,
(3) nilai ekspor. Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut
1. Nilai Tambah
Kinerja perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UKM
tahun 2006 bila dibandingkan tahun sebelumnya digambarkan dalam angka Produk
Domestik Bruto (PDB) UKM pertumbuhannya mencapai 5,4 persen. Nilai PDB UKM atas
dasar harga berlaku mencapai Rp 1.778,7 triliun meningkat sebesar Rp 287,7
triliun dari tahun 2005 yang nilainya sebesar 1.491,2 triliun. UKM memberikan
kontribusi 53,3 persen dari total PDB Indonesia. Bilai dirinci menurut skala usaha,
pada tahun 2006 kontribusi Usaha Kecil sebesar 37,7 persen, Usaha Menengah
sebesar 15,6 persen, dan Usaha Besar sebesar 46,7 persen.
2.
Unit Usaha dan Tenaga Kerja
Pada tahun 2006 jumlah populasi UKM mencapai 48,9 juta unit
usaha atau 99,98 persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara
jumlah tenaga kerjanya mencapai 85,4 juta orang.
3.
Ekspor UKM
Hasil
produksi UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan dari Rp 110,3
triliun pada tahun 2005 menjadi 122,2 triliun pada tahun 2006. Namun demikian
peranannya terhadap total ekspor non migas nasional sedikit menurun dari 20,3
persen pada tahun 2005 menjadi 20,1 persen pada tahun 2006.
Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut
untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi
permintaan konsumen yang makin spesifik, berubah dengan cepat, produk
berkualitas tinggi, dan harga yang murah . Salah satu upaya yang dapat
dilakukan UKM adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar (UB).
Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep supply chain management
(SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan
perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan,
kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya
untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing, yang kemudian memunculkan konsep
blue ocean strategy.
Kerjasama antara perusahaan di Indonesia, dalam hal ini
antara UKM dan UB, dikenal dengan istilah kemitraan (Peraturan Pemerintah No.
44 Tahun 1997 tentang Kemitraan). Kemitraan tersebut harus disertai pembinaan
UB terhadap UKM yang memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling
memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis
yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk
meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling
membesarkan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan
mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya,
memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi sampai
target tercapai. Pola kemitraan antara UKM dan UB di Indonesia yang telah
dibakukan, menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan PP No. 44 Tahun
1997 tentang kemitraan, terdiri atas 5 (lima) pola, yaitu : (1).Inti Plasma,
(2).Subkontrak, (3).Dagang Umum, (4).Keagenan, dan (5).Waralaba.
Pola pertama, yaitu inti plasma merupakan hubungan
kemitraan antara UKM dan UB sebagai inti membina dan mengembangkan UKM yang
menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi,
pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan
dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan
produktivitas usaha. Dalam hal ini, UB mempunyai tanggung jawab sosial
(corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai
mitra usaha untuk jangka panjang.
Pola kedua, yaitu subkontrak merupakan hubungan kemitraan
UKM dan UB, yang didalamnya UKM memproduksi komponen yang diperlukan oleh UB
sebagai bagian dari produksinya. Subkontrak sebagai suatu sistem yang
menggambarkan hubungan antara UB dan UKM, di mana UB sebagai perusahaan induk
(parent firma) meminta kepada UKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan
seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada
perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini UB memberikan bantuan berupa
kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan kemampuan teknis produksi,
penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
Pola ketiga, yaitu dagang umum merupakan hubungan
kemitraan UKM dan UB, yang di dalamnya UB memasarkan hasil produksi UKM atau
UKM memasok kebutuhan yang diperlukan oleh UB sebagai mitranya. Dalam pola ini
UB memasarkan produk atau menerima pasokan dari UKM untuk memenuhi kebutuhan
yang diperlukan oleh UB.
Pola keempat, yaitu keagenan merupakan hubungan kemitraan
antara UKM dan UB, yang di dalamnya UKM diberi hak khusus untuk memasarkan
barang dan jasa UB sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan
kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan
pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan
menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.
Pola kelima, yaitu waralaba merupakan hubungan kemitraan,
yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek
dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan
disertai bantuan bimbingan manajemen. Dalam pola ini UB yang bertindak sebagai
pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan oleh UKM sebagai penerima
waralaba kepada pihak ketiga.
Kemitraan dengan UB begitu penting buat pengembangan UKM.
Kunci keberhasilan UKM dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar
global adalah membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang besar.
Pengembangan UKM memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi
usaha-usaha besar. Dengan kemitraan UKM dapat melakukan ekspor melalui
perusahaan besar yang sudah menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat
melakukan ekspor sendiri. Disamping itu, kemitraan merupakan salah satu solusi
untuk mengatasi kesenjangan antara UKM dan UB. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UKM di Indonesia tidak terlepas dari fungsinya
sebagai mitra dari UB yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.
Manfaat yang dapat diperoleh bagi UKM dan UB yang
melakukan kemitraan diantaranya adalah (1).meningkatkatnya produktivitas,
(2).efisiensi, (3).jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas, (4).menurunkan
resiko kerugian, (5).memberikan social benefit yang cukup tinggi, dan
(6).meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional. Kemanfaatan kemitraan dapat
ditinjau dari 3 (tiga) sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang ekonomi,
kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk,
menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai, menekan biaya penelitian dan
pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan
usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang
soial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan
sosial, dan gejolah sosial-politik. Kemanfaatan ini dapat dicapai sepanjang
kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip saling memperkuat, memerlukan,
dan menguntungkan.
Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan oleh
adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya.
Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar
etikan bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam
menjalankan kemitraan. Menurut Keraf (1995) etika adalah sebuah refleksi kritis
dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam
sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai
kelompok. Dengan demikian, keberhasilan kemitraan usaha tergantung pada adanya
kesamaan nilai, norma, sikap, dan perilaku dari para pelaku yang menjalankan
kemitraan tersebut.
Disamping itu, ada banyak prasyarat dalam melakukan
kemitraan usaha antara UKM dan UB, diantaranya adalah harus adanya komitmen
yang kuat diantara pihak-pihak yang bermitra. Kemitraan usaha memerlukan adanya
kesiapan yang akan bermitra, terutama pada pihak UKM yang umumnya tingkat manajemen
usaha dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang rendah, agar mampu
berperan seabagai mitra yang handal. Pembenahan manajemen, peningkatan kualitas
sumber daya manusia, dan pemantapan organisasi usaha mutlak harus diserasikan
dan diselaraskan, sehingga kemitraan usaha dapat dijalankan memenuhi
kaidah-kaidah yang semestinya.
Kegagalan kemitraan pada umumnya disebabkan oleh fondasi
dari kemitraan yang kurang kuat dan hanya didasari oleh belas kasihan semata
atau atas dasar paksaan pihak lain, bukan atas kebutuhan untuk maju dan
berkembang bersama dari pihak-pihak yang bermitra. Kalau kemitraan tidak
didasari oleh etika bisnis (nilai, moral, sikap, dan perilaku) yang baik, maka
dapat menyebabkan kemitraan tersebut tidak dapat berjalan dengan baik. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa berjalan tidaknya kemitraan usaha, dalam hal
ini antara UKM dan UB, tergantung pada kesetaraan nilai-nilai, moral, sikap,
dan perilaku dari para pelaku kemitraan. Atau dengan perkataan lain,
keberhasilan kemitraan usaha tergantung pada adanya kesetaran budaya
organisasi.
Tulisan ini akan mengupas secara singkat
tentang komparasi karakteristik dasar UKM antara negara Jepang, Taiwan, Korea
Selatan, Filiphina, dan Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan UKM di Indonesia
masih kalah bersaing dengan UKM di negara-negara lain. Karakteristik-karakteristik
dasar tersebut adalah sebagai berikut :
I. Karakteristik dasar UKM di Jepang adalah
sebagai berikut :
1. Sebagai subkontraktor yang efisien dan handal
bagi perusahaan yang besar.
2. Hasil learning process sebagai subkontraktor
diperoleh kemampuan teknis dalam proses produksi
3. Mempunyai efisiensi dan daya saing ekspor
4. Dikembangkan IKM yang sangat efisien dan
berdaya saing tinggi
II. Karakteristik dasar UKM di Korea Selatan
adalah sebagai berikut :
1. UKM dijadikan sebagai subkontraktor chaebol
(konglomerat raksasa) sebagai kebijakan pemerintah
2. Mempunyai orientasi ekspor
3. Adanya persaingan internal
III.Karakteristik dasar UKM di Taiwan adalah
sebagai berikut :
1. Pertumbuhan UKM disebabkan oleh kebijakan
finansial melalui kredit yang disalurkan
2. Mempunyai orientasi ekspor
IV.Karakteristik dasar UKM di Filipina adalah
sebagai berikut :
1. Mempunyai export zone
2. Mempunyai orientasi ekspor
3. Bahan baku lokal
4. Perubahan pola subkontrak menjadi original
equipment manufacturing (OEM).
5. Menuju industi yang high technology
V. Karakteristik dasar UKM di Indonesia adalah
sebagai berikut :
1. Rendahnya
kualitas Sumber Daya Manusia
2. Masih
lemahnya struktur kemitraan dengan Usaha Besar
3. Lemahnya quality
control terhadap produk
4. Belum
ada kejelasan standardisasi produk yang sesuai dengan keinginan konsumen
5. Kesulitan
dalam akses permodalan terutama dari sumber-sumber keuangan yang formal
6. Pengetahuan
tentang ekspor masih lemah
7. Lemahnya
akses pemasaran
8. Keterbatasan
teknologi, akibatnya produktivitas rendah dan rendahnya kualitas produk
9. Keterbatasan
bahan baku
BAB III
KESIMPULAN
Dalam perspektif perkembangannya, UKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
1. Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima
2. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan
3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
4. Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB)
UKM di Indonesia mempunyai peranan yang penting sebagai penopang perekonomian. Penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini pada dasarnya adalah sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini, paling tidak terdapat beberapa fungsi utama UKM dalam menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu (1) Sektor UKM sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor formal, (2) Sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), dan (3) Sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara melalui ekspor berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini.
1. Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima
2. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan
3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
4. Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB)
UKM di Indonesia mempunyai peranan yang penting sebagai penopang perekonomian. Penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini pada dasarnya adalah sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini, paling tidak terdapat beberapa fungsi utama UKM dalam menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu (1) Sektor UKM sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor formal, (2) Sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), dan (3) Sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara melalui ekspor berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini.
DAFTAR PUSTAKA :
1 komentar:
Terimakasih artikelnya . . .
ST3Telkom
Posting Komentar